Dahulu kala tinggallah sebuah keluarga yang bisa dibilang sakinah,
ma’wadah, dan warahmah di
suatu desa yang terletak di daerah subang jawa barat. Sang ayah yang hanya
bekerja sebagai tukang sayur yang penghasilannya tak seberapa, dan sang ibu pun
membantu suaminya untuk menafkahi keluarganya menjadi tukang jahit dan supaya
bisa menyekolahkan anak semata wayangnya yang bernama Danish Aniq sampai ke
jenjang perkuliahan terkemuka di tanah air Indonesia.
Danish aniq , atau “danish” yang
biasa dipanggil seperti itu oleh teman dekatnya, Danish adalah anak yang saleh,
dia selalu membantu kedua orang tuanya mencari uang ketika kondisi keuangan
keluargannya sudah sangat menipis, dengan menjual apa saja yang bisa dia jual,
bukan barang sendiri tapinya, barang-barang seperti Koran dan majalah, bahkan
rela harus bangun pagi untuk membagikan Koran-korannya ke perumahan yang cukup
jauh dari kampungnya, lalu pergi berangkat ke sekolah, itu hanya untuk membantu
kekurangan ekonomi yang dialami keluarganya.
Danish aniq dikenal sebagai remaja
yang sangat berbakti kepada orang tuanya dikampungnya, rajin beribadah dan
jarang pernah absen ke mushola kecuali jika orang tuanya sedang sakit, pasti si
Danish sedang merawatnya, lalu ia dikenal juga dengan kepintaran otaknya yang
selalu serba tahu apalagi kalau pelajaran matematika, beuuhh… (yang nulis
aje gak kebayang, gimana yang baca hehe) canggih dah si Danish, jika ada
ulangan pelajaran matematika pasti teman sekelasnya berbondong-bondong untuk
melihat pekerjaannya alias nyontek hehe. Selain pintar Danish juga dikenal
sebagai remaja yang enak untuk diajak ngobrol, diskussi apalagi, semuanya bisa
pada bengong kalau si Danish sedang memberikan penjelasan entah pelajaran
biology, kimia dan sebagainya karna bingung akan kelibihan yang diberikan ALLAH
SWT kepada hambanya Danish Aniq yang serba tahu, mungkin dia suka membaca Koran
yang setiap pagi di jualnya.
Selain rajin beribadah, pintar,
dan enak diajak bergaul, si Danish lumayan tampan juga lo, mungkin karna ibunya
ada keturunan dari bangsa arab dan bapaknya asli subang, tapi kebanyakan
terlihat dari bapaknya yang orang sunda jadi arabnya paling Cuma keliatan di
bagian hidung sampe mulutnya doang hehe, sisanya mirip bapaknya. yang
pentingkan masih ada keturunan arab-arabnya hehe.
Lalu pada saat itu si Danish
ketika sudah memasuki Ujian tingkat Nasional atau UN lebih dikenalnya, dan
berhasil mendapatkan nilai terbaik di kelasnya, ohh tidak, bahkan di sekolahnya
dan mendapatkan beasiswa oleh perusahaan swasta terkemuka di bandung, Danish
mendapatkan beasiswa bisa melanjutkan SMA terfavorit di daerah bandung full
atau tanpa bayar alias gratis tiss tiss…
lalu beranjak pulang untuk memberi
tahu kabar baik itu kepada orang tuanyasambil berlari kegirangan. Sesampainya
dirumahnya yang sempit, kecil, kumuh, jelek, dan mau rubuh, namun tampak bagus
bagi Danish karna ini rumah satu-satunya dia agar bisa berlindung dari panasnya
sinar matahari ketika siang, dan dinginnya angin ketika hujan, dan sekaligus
tempat untuk melepas rasa lelah ketika malam datang.
Lalu si Danish mengetuk papan
persegi yang sudah mulai rapuh dimakan rayap yang sekaligus menjadi pintu
rumahnya. “tok tok tok.. assalamu’alaikum wr. Wb.” Ucap andi sambil mengetuk
pintu rumahnya pelan-pelan karna sudah mau rusak.
“wa’alaikum salam” terdengar
samar-samar dari dalem rumahnya,” ehh anak satu-satunya umi sudah pulang,
gimana hasil ujiannya,,??” Tanya uminya Danish di barengi senyum manis sang
ibunda tercinta.
“hahaha, umi gak bakalan percaya
deh”. Ucap Danish saking senangnya.
“emangnya ada apa sih..??” Tanya
umi penasaran. “paling dapet beasiswa lagi kan.” tebak uminya, karna memang si
Danish sudah menjadi langganan beasiswa di sekolahnya sejak kelas lima di
sekolah dasarnya dibandung beberapa tahun silam.
“betul , seribu point untuk umi
hahaha..” ucap Danish seraya memberikan piagam yang baru saja di dapatnya dan
segera untuk memeluk erat uminya.
“tuh kan bener hehe”, kata
uminya,” mending kaka sekarang makan lo, umi membuat makanan kesayangan
keluarga kita,.” Ucap uminya lalu mengajak Danish berjalan menuju ruang
makan yang hanya berjarak dua meter dari pintu rumah mereka.
“wahhh enak nihh,. Danish makan
dulu yaa mi.” ucapnya sambil mencicipi ikan tongkol buatan uminya yang menjadi
makanan favorit keluarganya itu.
“makann yang banyak yaa nak. Biar
kuat dan pintar, tentunya bisa menjadi kebanggaan keluarga kita.”
“iyaa mi tenang aja..” ucap Danish
dan segera untuk menyuap satu persatu makanan ke dalam mulutnya dengan lahap.
Setelah itu Danish pun sudah melai
sempoyongan karna kekenyangan, maklumlah karna semangatnya masih membabi buta
setelah mendapatkan beasiswa yang memang menjadi impiannya selama masih di SMP,
dan beranjak pergi ke tempat tidurnya untuk istirahat, dan Danish tidak lupa
untuk solat zhuruh karna jam sudah menunjukan ke angka dua tanda bahwa waktu
sholat zhuhur sudah hampir habis.
Beberapa jam kemudian ketika sang
merah merona sudah datang menjadi saksi kedatangan ayahnya yang habis
berkeliling jualan sayur di kampungnya dan memberi salam “assalamu’alaikum” .
Umi dan Danish anaknya yang sedari
tadi sedang bercengkrama ria dengan tetangganya di teras rumah pun menjawab
salam dari ayahnya “wa’alaikum salam wr. Wb.” Ucap mereka berbarengan.
“gimana pak jualannya..??” Tanya
istrinya lembut.
“lumayanlah lebih baik dari
kemarin mi.” ucapnya sambil mengipas-ngipaskan topi koboinya yang selalu
menemaninya setiap waktu.
“alhamdulillahhirabbil ‘alamin..”
“ayah kedalem dulu yaa bu. Mau
istirahat.” Ucapnya sambil melangkah meninggalkan Danish dan uminya di teras
rumah.
Tidak lama kemudian sang senja pun
sudah mulai menghilang ditelan sang bumi pertiwi di selingi suara adzan maghrib
yang berkumandang dari mushola setempat. Lalu Danish bersiap-siap untuk pergi
ke mushola bersama-sama jama’ah lainnya.
“umi… Danish mau ke mushola dulu
yaa..”
“ohh iya, itu baru namanya anak
umi, yang selalu rajin sholat berjamaah.” Jawab uminya Danish sambil
mengelus-elus rambutnya.
“hehehe..” jawab si Danish hanya
nyengir cengengesan.
“Umi, Danish jalan dulu yaa.”
Tambah danis
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikum salam warahmatullahi
wabarakatuh. Yang bener yaa solatnya, jangan becanda.!” Seru uminya Danish.
“iya umi..!!”, teriak danish
memecah keheningan senja.
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar