Jumat, 23 November 2012

Cerpen | kisah si Danish Aniq. part 1


Dahulu kala tinggallah sebuah keluarga yang bisa dibilang sakinah, ma’wadah, dan warahmah di suatu desa yang terletak di daerah subang jawa barat. Sang ayah yang hanya bekerja sebagai tukang sayur yang penghasilannya tak seberapa, dan sang ibu pun membantu suaminya untuk menafkahi keluarganya menjadi tukang jahit dan supaya bisa menyekolahkan anak semata wayangnya yang bernama Danish Aniq sampai ke jenjang perkuliahan terkemuka di tanah air Indonesia.

Danish aniq , atau “danish” yang biasa dipanggil seperti itu oleh teman dekatnya, Danish adalah anak yang saleh, dia selalu membantu kedua orang tuanya mencari uang ketika kondisi keuangan keluargannya sudah sangat menipis, dengan menjual apa saja yang bisa dia jual, bukan barang sendiri tapinya, barang-barang seperti Koran dan majalah, bahkan rela harus bangun pagi untuk membagikan Koran-korannya ke perumahan yang cukup jauh dari kampungnya, lalu pergi berangkat ke sekolah, itu hanya untuk membantu kekurangan ekonomi yang dialami keluarganya.

Danish aniq dikenal sebagai remaja yang sangat berbakti kepada orang tuanya dikampungnya, rajin beribadah dan jarang pernah absen ke mushola kecuali jika orang tuanya sedang sakit, pasti si Danish sedang merawatnya, lalu ia dikenal juga dengan kepintaran otaknya yang selalu serba tahu apalagi kalau pelajaran matematika, beuuhh…  (yang nulis aje gak kebayang, gimana yang baca hehe) canggih dah si Danish, jika ada ulangan pelajaran matematika pasti teman sekelasnya berbondong-bondong untuk melihat pekerjaannya alias nyontek hehe. Selain pintar Danish juga dikenal sebagai remaja yang enak untuk diajak ngobrol, diskussi apalagi, semuanya bisa pada bengong kalau si Danish sedang memberikan penjelasan entah pelajaran biology, kimia dan sebagainya karna bingung akan kelibihan yang diberikan ALLAH SWT kepada hambanya Danish Aniq yang serba tahu, mungkin dia suka membaca Koran yang setiap pagi di jualnya.

Selain rajin beribadah, pintar, dan enak diajak bergaul, si Danish lumayan tampan juga lo, mungkin karna ibunya ada keturunan dari bangsa arab dan bapaknya asli subang, tapi kebanyakan terlihat dari bapaknya yang orang sunda jadi arabnya paling Cuma keliatan di bagian hidung sampe mulutnya doang hehe, sisanya mirip bapaknya. yang pentingkan masih ada keturunan arab-arabnya hehe.

Lalu pada saat itu si Danish ketika sudah memasuki Ujian tingkat Nasional atau UN lebih dikenalnya, dan berhasil mendapatkan nilai terbaik di kelasnya, ohh tidak, bahkan di sekolahnya dan mendapatkan beasiswa oleh perusahaan swasta terkemuka di bandung, Danish mendapatkan beasiswa bisa melanjutkan SMA terfavorit di daerah bandung full atau tanpa bayar alias gratis tiss tiss…
lalu beranjak pulang untuk memberi tahu kabar baik itu kepada orang tuanyasambil berlari kegirangan. Sesampainya dirumahnya yang sempit, kecil, kumuh, jelek, dan mau rubuh, namun tampak bagus bagi Danish karna ini rumah satu-satunya dia agar bisa berlindung dari panasnya sinar matahari ketika siang, dan dinginnya angin ketika hujan, dan sekaligus tempat untuk melepas rasa lelah ketika malam datang.

Lalu si Danish mengetuk papan persegi yang sudah mulai rapuh dimakan rayap yang sekaligus menjadi pintu rumahnya. “tok tok tok.. assalamu’alaikum wr. Wb.” Ucap andi sambil mengetuk pintu rumahnya pelan-pelan karna sudah mau rusak.

“wa’alaikum salam” terdengar samar-samar dari dalem rumahnya,” ehh anak satu-satunya umi sudah pulang, gimana hasil ujiannya,,??” Tanya uminya Danish di barengi senyum manis sang ibunda tercinta.

“hahaha, umi gak bakalan percaya deh”. Ucap Danish saking senangnya.

“emangnya ada apa sih..??” Tanya umi penasaran. “paling dapet beasiswa lagi kan.” tebak uminya, karna memang si Danish sudah menjadi langganan beasiswa di sekolahnya sejak kelas lima di sekolah dasarnya dibandung beberapa tahun silam.

“betul , seribu point untuk umi hahaha..” ucap Danish seraya memberikan piagam yang baru saja di dapatnya dan segera untuk memeluk erat uminya.

“tuh kan bener hehe”, kata uminya,” mending kaka sekarang makan lo, umi membuat makanan kesayangan keluarga kita,.”  Ucap uminya lalu mengajak Danish berjalan menuju ruang makan yang hanya berjarak dua meter dari pintu rumah mereka.

“wahhh enak nihh,. Danish makan dulu yaa mi.” ucapnya sambil mencicipi ikan tongkol buatan uminya yang menjadi makanan favorit keluarganya itu.

“makann yang banyak yaa nak. Biar kuat dan pintar, tentunya bisa menjadi kebanggaan keluarga kita.”

“iyaa mi tenang aja..” ucap Danish dan segera untuk menyuap satu persatu makanan ke dalam mulutnya dengan lahap.

Setelah itu Danish pun sudah melai sempoyongan karna kekenyangan, maklumlah karna semangatnya masih membabi buta setelah mendapatkan beasiswa yang memang menjadi impiannya selama masih di SMP, dan beranjak pergi ke tempat tidurnya untuk istirahat, dan Danish tidak lupa untuk solat zhuruh karna jam sudah menunjukan ke angka dua tanda bahwa waktu sholat zhuhur sudah hampir habis.

Beberapa jam kemudian ketika sang merah merona sudah datang menjadi saksi kedatangan ayahnya yang habis berkeliling jualan sayur di kampungnya dan memberi salam “assalamu’alaikum” .

Umi dan Danish anaknya yang sedari tadi sedang bercengkrama ria dengan tetangganya di teras rumah pun menjawab salam dari ayahnya “wa’alaikum salam wr. Wb.” Ucap mereka berbarengan.

“gimana pak jualannya..??” Tanya istrinya lembut.

“lumayanlah lebih baik dari kemarin mi.” ucapnya sambil mengipas-ngipaskan topi koboinya yang selalu menemaninya setiap waktu.

“alhamdulillahhirabbil ‘alamin..”

“ayah kedalem dulu yaa bu. Mau istirahat.” Ucapnya sambil melangkah meninggalkan Danish dan uminya di teras rumah.

Tidak lama kemudian sang senja pun sudah mulai menghilang ditelan sang bumi pertiwi di selingi suara adzan maghrib yang berkumandang dari mushola setempat. Lalu Danish bersiap-siap untuk pergi ke mushola bersama-sama jama’ah lainnya.

“umi… Danish mau ke mushola dulu yaa..”

“ohh iya, itu baru namanya anak umi, yang selalu rajin sholat berjamaah.” Jawab uminya Danish sambil mengelus-elus rambutnya.

“hehehe..” jawab si Danish hanya nyengir cengengesan.

“Umi, Danish jalan dulu yaa.” Tambah danis

“Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh. Yang bener yaa solatnya, jangan becanda.!” Seru uminya Danish.

“iya umi..!!”, teriak danish memecah keheningan senja.

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar